Rasulullah SAW menilainya sebagai penyair andal. Ia dikaruniai empat putra yang syahid, sehingga dijuluki Ibu Para Syuhada.
“Siapakah mereka itu?” tanya Rasulullah SAW kepada Adi bin Hatim, yang baru tiba di Madinah bersama Safanah binti Hatim, saudaranya. Sebelumnya, Adi bin Hatim bercerita panjang lebar kepada Rasulullah SAW tentang orang-orang dalam kaumnya yang paling pandai bersyair, pemurah hati, dan paling pandai berkuda.
Atas pernyataan Rasulullah itu, Adi bin Hatim menjawab, “Orang yang paling pandai bersyair adalah Umru’ul Qais bin Hujr, dan yang paling pemurah hati adalah Hatim Ath-Thalii, Ayahku. Sedang lelaki yang paling jago berkuda, Amru bin Ma’dikariba.”
Mendengar jawaban Adi bin Hatim itu, Rasulullah menyangkalnya dengan lembut. “Ketahuilah, wahai Adi bin Hatim…. Orang yang paling pandai bersyair adalah Al-Khansa bin Amr. Orang yang paling pemurah hati adalah Muhammad Rasulullah. Sedang yang paling pandai berkuda ialah Ali bin Abu Thalib.”
Memang benar yang dikatakan Rasulullah. Orang yang paling pandai bersyair adalah Al-Khansa. Ia dikagumi kaumnya sebagai wanita yang ahli bersyair. Syair-syairnya tentang kenangan orang-orang yang dikasihinya dan mereka yang telah tiada, terutama kepada kedua saudara lelakinya, yaitu Mu’awiyah dan Sakhr, yang mendahuluinya.
Jarir, salah seorang penyair ternama di Arab, pernah ditanya, “”Siapakah yang paling pandai bersyair di negeri ini?”, “Kalau tidak ada Al-Khansa, tentu aku,” jawab Jarir RA.
Karena Al-Khansa sangat sering menyenandungkan syair untuk Mu’awiyah dan Sakhr, kedua saudaranya yang telah Almarhum, ia pernah ditegur Umar. “Mengapa matamu bengkok, wahai Al-Khansa?”. “Mataku bengkok karena terlalu banyak menangisi kematian pejuang-pejuang Bani Mudhar yang terdahulu,” jawab Al-Khansa, sedih. “Tetapi, wahai Al-Khansa, mereka itu adalah ahli neraka,” tukas umar. “Justru itulah hal yang membuat aku lebih kecewa dan bertambah sedih. Dahulu, aku menangisi SAkhar atas kehidupannya. Sekarang aku menangisi Sakhr karena ia ahli neraka,” jawab Al-Khansa lirih.
Al-Khansa dilahirkan pada zaman jahiliyah di tengah suku Arab, yakni Bani Mudhar. Ia juga mendapat julukan Ibu Para Syuhada. Pembawaannya yang tenang, sifatnya pemberani, murah hati, tegas, mulia, tak kenal berpura-pura, suka berterus terang, dan fasih bila berkata-kata. Ia menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz As-Sulami. Dari pernikahan itu Al-Khansa dikaruniai empat anak lelaki. Keempat anal lelaki itu dididiknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Setelah dewasa, mereka menjadi pahlawan-pahlawan terkemuka. Setelah keempat putranya gugur secara syahid di medan perang Qadisiah, Al-Khansa dijuluki Ibu Para Syuhada.
Sebelum keempat putranya pergi ke medan perang, terjadi perdebatan sengit di dalam keluarga itu, empat putranya berebut kesempatan, siapakah yang akan terjun di kancan peperangan melawan tentara Persia. Dan sebaliknya, siapakah yang tinggal di rumah bersama si ibu. Masing-masing saling menunjuk agar ada yang mau tinggal di rumah, menemani Ibunda mereka, Al-Khansa. Pada hakikatnya, keempatnya ingin bertempur di medan juang, dan tak seorang pun yang mau tinggal di rumah.
Sang bunda mendengar pertengkaran keempat anak itu. Ia kemudian mengumpulkan mereka, dan berkata, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk islam tanpa paksaan. Kalian hijrah dengan kesadaran sendiri. Demi Allah, tiada Tuhan selain Allah. Kalian ini adalah putra-putra seorang lelaki dan perempuan yang sama. Tidak pantas bagiku untuk mengkhianati bapak kalian atau membuat malu paman kalian atau mencoreng kening keluarga besar kalian. Jika kalian telah mendengar gendering perang fisabilillah, singsingkanlah lengan baju dan berangkatlah, majalah paling depan. Niscaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat, negeri keabadian. Wahai anak-anakku, sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya. Inilah kebenaran sejati, maka untuk itu berperanglah. Dan, demi itu bertempurlah kalian sampai mati. Wahai anak-anakku yang kusayangi, carilah maut, niscaya dianugerahi hidup.”
Setelah mendengarkan pesan Al-Khansa, keempat putra ini maju ke kancah perang dengan gagah berani. Banyak musuh yang mereka bunuh. Tetapi, perang itu meminta darah dan nyawa mereka. Keempat pemuda perkasa ini gugur sebagai syuhada. Ketika sang bunda mendengar keempat putranya telah gugur syahid, tidak setetespun air mata keluar. Ia tidak terkejut, panik atau sedih. Sebaliknya, ia telah ikhlas sejak awal melepas keempat anak lelakinya ke medan juang. Bahkan ia berkata, “Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan mati syahidnya keempat buah hatiku. Semoga Allah segera memanggilku dan berkenan mempertemukan aku dengan putra-putraku dalam naungan rahmat-Nya yang kukuh di surga-Nya yang luas.”
Penyair yang juga ibu para syuhada itu berpulang ke rahmatullah pada awal kekhalifahan Usman bin Affan RA, tahun 24 Hijriah.

0 komentar

Posting Komentar

Berikan komentar anda tentang artikel di atas, komentar yang tidak sopan/spam tidak akan dipublikasikan :

.

http://Link-exchange.comxa.com literatur islam, info software dan hardware, tips blogger, syiah sesat, sejarah islam nusantara Kostenlose Backlinks bei http://www.backlink-clever.de

Subscribe here