Abi Dzar Al-Giffary adalah seorang sahabat Rasulullah yang sangat dekat dan amat mesra dengan beliau. Ia menyebut Rasulullah lain dari sahabat yang lain, menyebut beliau dengan sebutan “khalilie” (sahabatku yang akrab). Abi Dzar menonjol dalam keikhlasannya berjuang, dan ia sangat cinta dan sayang kepada kaum fakir-miskin, dan karena itu ia sering dianggap Bapak kaum fakir-miskin, dan ada pula ia digelari orang sebagai Bapak sosialis Islam. Ia tidak kenal kompromi dalam membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan dari manapun juga datangnya. Ia beroposisi kepada Khalifah Usman bin Affan karena dipandangnya pemerintahan di kala itu terlalu royal dengan uang negara untuk kepentingan klien dan family golongan yang berkuasa. Kepada Khalifah Usman ia berkata: “Beri kabarlah orang-orang yang menumpuk harta benda ini dengan api neraka yang membakar!” dan kemudian ia susuli dengan membacakan firman Allah : Dan orang-orang yang menumpuk emas dan perak dan ia tidak nafkahkan di jalan Allah, maka peringatkanlah, bahwa mereka akan menderita azab yang sangat pedih!” (Al-Qur’an, Surat At-Taubah ayat 34).

Karena sikapnya yang radikal dan tidak kenal kompromi itu, pemerintahan Usman takut kepadanya karena pengaruhnya yang besar kepada umat sebagai sahabat Nabi yang dipercaya. Usman membuangnya ke Syria yang waktu itu diperintah oleh Gubernur Muawiyah yang terkenal korup itu. Di sana sikap Abi Dzar tetap seperti sedia kala, menyampaikan dakwahnya dengan peringatan-peringatan yang keras. Ayat-ayat yang dibacakannya kepada Usman dibacakannya pula terhadap Muawiyah bin Abi Sufyan itu. Gubernur Muawiyah menyogoknya dengan uang yang banyak, dengan maksud membungkam mulutnya, tetapi Abi Dzar tidak mempan untuk diperlakukan sedemikian itu. Ia tetap bicara di depan umum sesuai dengan fungsinya sebagai Ulama, yakni menyatakan kebenaran di mana saja, kapan saja dan terhadap siapa saja tanpa mengenal ruang dan waktu, tanpa terpengaruh dengan kondisi dan situasi. Dan sebagai waratsatul Anbiya’, dengan segala keberanian dan kejujurannya yang menonjol, Abi Dzar berkata kepada para penguasa waktu itu : “Sekiranya kamu meletakkan pedang terhunus di leherku untuk mencegah aku dari mengucapkan kata-kata yang pernah aku terima dari Nabi saw, niscaya aku akan terus juga bicara walaupun leherku akan putus”.

Kalau kita mengikuti bagaimana caranya Rasulullah membina Abi Dzar Al-Giffary sehingga ia merupakan kader dan sahabat kesayangan Rasulullah yang konsekuen dan matang, tentulah kita tidak akan heran bila kita melihat sikap-sikap dan sepak terjang Abi Dzar yang militant dalam gerak dan dinamis serta korektif konstruktif dalam sikap hidupnya.

Pada suatu ketika yang senggang, Rasulullah mengajak Abi Dzar Al-Giffary berjalan-jalan keluar kota dengan mengendarai unta dan Abi Dzar berbonceng di belakang Rasulullah. Di waktu saat yang senggang dan rileks itulah Rasulullah menyampaikan amanah-amanah atau pesan-pesan wasiat beliau sambil membina Abi Dzar secara khusus itu. Rasulullah membinanya supaya hidup sederhana, yakni di kala keduanya berada di dekat gunung Uhud yang terkenal dalam sejarah Islam itu. Nabi berkata kepadanya : “Andaikata gunung Uhud itu menjadi emas dan meminta supaya aku memilikinya, pasti aku menolaknya”. Dan dengarlah selanjutnya keterangan Abi Dzar sendiri tentang pesan Rasulullah kepadanya seperti berikut.

Telah memerintahkan kepadaku sahabat akrabku (khalilie) saw, dengan tujuh perkara :

  1. Ia memerintahkan aku untuk mencintai dan mendekati kaum fakir-miskin;
  2. Ia memerintahkan aku untuk memandang kepada orang yang di bawah aku (dalam urusan dunia) dan tidak memandang kepada orang yang di atasku;
  3. Ia memerintahkan aku menghubungkan tali kasih-sayang sekalipun aku telah membelakang;
  4. Ia memerintahkan aku untuk tidak meminta sesuatu apa pun kepada seseorang;
  5. Ia memerintahkan aku untuk tidak menaruh takut dalam berjuang pada jalan Allah terhadap reaksi celaan kaum reaksioner;
  6. Ia memerintahkan aku untuk menyatakan kebenaran walaupun pahit;
  7. Dan ia memerintahkan aku supaya banyak mengucapkan kalimah: La haula wala Quwwata Illa Billah, karena semua itu adalah simpanan yang terletak di bawah “Arsy.
Demikianlah antara lain pesan-pesan Rasulullah sebelum beliau meninggal dunia, untuk membina para sahabatnya agar berjiwa besar, memiliki iman yang murni, sebersih-bersih tauhid dan keberanian moril yang tinggi dalam melanjutkan dakwah dan jihad beliau. Sungguh tepatlah firman Allah untuk memuji sikap moral dan moril para sahabat yang tinggi itu di dalam kitab suci Al-Qur’an.

Adalah kamu sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk umat manusia, kamu menyuruh dengan yang makruf dan melarang dari yang munkar dan kamu percaya kepada Allah.” (Al-Qur’an, Ali Imran 110).

0 komentar

Posting Komentar

Berikan komentar anda tentang artikel di atas, komentar yang tidak sopan/spam tidak akan dipublikasikan :

.

http://Link-exchange.comxa.com literatur islam, info software dan hardware, tips blogger, syiah sesat, sejarah islam nusantara Kostenlose Backlinks bei http://www.backlink-clever.de

Subscribe here