Anjuran seperti ini sangat mulia dan patut mendapat respons dari seluruh kalangan kaum muslimin di mana saja dan apapun golongannya. Bukankah di dalam tahiyat kita selalu mendoakan rahmat dan berkat untuk keluarga Nabi saw “Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad” (Ya Allah curahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad saw dan keluarga Nabi Muhammad saw), dan “Wabarik ‘alaa Muhamad wa ‘alaa aali Muhammad” (Ya Allah, berkatalah Nabi Muhammad saw dan keluarga Nabi Muhammad saw).

Juga dalam Al-Qur’an, Allah berfirman : “Katakanlah (hai Muhammad) : aku tidak meminta kepada kamu suatu upah atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekerabatan (Asy-Syura, 42:23). Maksudnya (menurut sebagian ahli tafsir) Nabi saw hanya meminta mencintai dan berbuat baik kepada kerabatnya. Dalam ayat yang lain disebutkan tentang keutamaan dan kemuliaan ahlulbait sesuai Firman Allah : Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menghilangkan kotoran dari kamu wahai ahlulbait dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersihnya (Al-Ahzab, 33).

Dalam perjalanan Nabi saw dari haji wada’ di Arafah (Mekah) menuju Madinah, Nabi saw singgah di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum dan berkhutbah mengingatkan para sahabat RA agar berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan menjaga serta menunaikan hak-hak ahlulbait dengan sebaik-baiknya.

Berkata Zaid bin Arqam RA: Nabi saw pada suatu hari berdiri berkhutbah di hadapan kami di suatu tempat air (ghadir) yang disebut Khum, antara Mekah dan Madinah. Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya, menasehati dan memperingatkan lalu bersabda: “Amma ba’du, ketahuilah wahai manusia sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa, dimana utusan Tuhanku (malaikat) sudah hampir datang kepadaku, lalu aku memenuhi (panggilan Tuhanku). Maka saya meninggalkan kepada kamu tsaqalain (dua pusaka, dua yang berbobot); yang pertama kitab Allah di dalamnya ada petunjuk dan cahaya, maka ambillah kitab ini dan berpegang teguhlah dengannya. Lalu beliau mendorong kepada Kitab Allah dan menggembirakan dengannya. Kemudian beliau bersabda “dan ahlulbaitku, aku ingatkan kamu akan Allah terhadap ahlulbaitku, aku ingatkan kamu akan Allah terhadap ahlulbaitku, aku ingatkan kamu akan Allah terhadap ahlulbaitku” (Shahih Muslim).

Para ulama menambahkan akan kekhususan dan keutamaan para ahlulbait dan kerabat Nabi saw antara lain: Pertama, tidak dihalalkan memakan zakat karena zakat itu kotoran harta (HR. Muslim). Kedua, mereka turut mendapat bagian dari harta rampasan perang (Al-Anfal, 8;4) dan dari harta fai’ (rampasan dari musuh yang didapat tanpa perang) (Al-Hasyr, 59;7). Ketiga, mereka mempunyai nasab (garis keturunan yang utama). Sabda Nabi saw: Sesungguhnya Allah memiliki Kinanah dari anak Nabi Ismail as, dan memiliki Quraisy dari Kinanah, lalu memilih Bani Hasyim dari Quraisy, serta memilihku dari Bani Hasyim (HR. Muslim).

Berdasarkan keterangan di atas maka kaum muslimin sejak awal Islam, yaitu para sahabat, para tabi’in dan tabiat-tabi’in sampai sekarang ini masih menghormati dan mencintai para keturunan ahlulbait dan kerabat Rasul saw. Dalam masyarakat Bugis dan sekitarnya keturunan ahlulbait Rasul saw itu dipanggil “Puang Sayye” untuk laki-laki, dan “Puang Syarifah” untuk perempuan.

Siapakah Ahlul Bait Nabi saw? Menurut bahasa ahlulbait artinya penghuni rumah, tapi kadang-kadang ahlulbait itu diberi makna khusus, yaitu istri, seperti dalam Al-Qur’an, kata : Saara bin ahlihi, artinya ia (Nabi Musa) berjalan bersama ahlinya (istrinya) (Al-Qashash, 28;29). Dalam hadits Nabi saw bersabda: Khairukum khairukum liahlihi wa ana khairun li ahliy artinya :orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang paling baik kepada ahli (istri)nya dan akulah orang yang paling baik kepada ahli (istri)ku. (HR. Tirmidzi). Dalam ayat lain : Rahmatullahi ‘alaikum wabarakatuhu ‘alaikum ahlil bait, artinya Rahmat Allah dan berkatnya atas kamu ahlulbait (Hud, 11;73). Yang dimaksud ahlulbait di sini ialah istri Nabi Ibrahim as.

Dalam pengertian agama Islam maka istilah ahlulbait mencakup beberapa makna. Pertama, para istri dan keturunan Nabi saw karena merekalah yang menjadi penghuni rumah Nabi saw, alasannya: a) Dalam Surah AL-Ahzab, 33;33 yang mengandung lafadz, ahlulbait, diawali dengan beberapa perintah kepada istri-istri Nabi saw, sehingga secara otomatis merekalah yang paling berhak disebut ahlulbait. Bahkan mulai ayat 28-34, berkaitan dengan petunjuk Allah kepada istri Nabi saw. b) Dalam tasyahhud kita membaca : Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali (keluarga) Muhammad, dalam hadits yang lain, Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa azwajihi wa dzurriyatihi (Ya Allah, rahmatilah Nabi Muhammad dan para istrinya dan keturunannya). Berarti istri dan keturunannya adalah keluarganya.

Kedua, Sayyidina Ali ra, Fatimah ra, Hasan ra dan Husain ra dan keturunannya. Berdasarkan hadits: Nabi saw keluar pada suatu pagi dengan memakai kain selimut wol dari bulu hitam lalu datanglah Hasan ra, maka Nabi saw memasukkannya, lalu datang Husain ra maka ia memasukkannya. Kemudian datang Fatimah ra maka ia pun memasukkannya, sehingga datanglah Ali ra, maka ia memasukkannya bersama-sama (ke dalam selimut itu) kemudian Nabi saw membaca Surah Al-Ahzab, 33;33.

Ketiga, termasuk ahlulbait (keluarga) Nabi saw ialah Bani (keturunan) Hasyim dan Bani (keturunan) Muththalib yang masuk islam. Hasyim adalah ayah Abd. Muththalib kakek Nabi saw, sedang Muththalib saudara Hasyim. Merekalah yang disebut dalam Al-Qur’an Surah Al-Anfal, 8;4) dan Surah Al-Hasyr, 59;7 sebagai dzilqurba (kerabat) Nabi saw yang berhak mendapat bagian harta rampasan perang (ghanimah) dan harga rampasan tanpa perang (fa’i). Ada sahabat ra bertanya kepada Nabi saw, kenapa Bani Muththalib diberikan bagian harta rampasan bersama Bani Hasyim, padahal ada juga saudara Hasyim yang lain seperti Abdusy-Syamsi Naufal yang juga mempunyai keturunan, kenapa tidak diberi bagian? Nabi saw menjawab : sesungguhnya Bani Muththalib dan Bani Hasyim itu satu. Mereka tidak berpisah di zaman jahiliyah dan di zaman Islam (HR. Bukhari).

Dengan menggabungkan keterangan di atas, maka kata ahlulbait Nabi saw, maka kata ahlulbait Nabi saw maksudnya ialah para istrinya, Bani Muththalib dan Bani (keturunan) Hasyim di mana Ali ra, Fatimah ra, Hasan ra dan Husein ra dan keturunan mereka semuanya termasuk di dalamnya. Membatasi pengertian ahlulbait Nabi saw hanya kepada Ali ra, Fatimah ra, Hasan ra, dan Husein ra serta keturunan Husein ra yang sembilan dalilnya lemah atau salah memahami dalil yang shahih. Ada pertanyaan yang menarik yaitu, kenapa imam yang sembilan sesudah Husain ra hanya diambil dari keturunan Husain ra? Bukan dari keturunan Hasan ra, padahal Hasan ra lebih tua dari Husain ra. Jawabannya ialah karena kesembilan imam tersebut adalah keturunan Husein ra dari perkawinannya dengan seorang putri bangsawan keturunan Kisra (raja) Persia (sekarang Iran). Semoga keterangan ini bermanfaat untuk mengenal siapa sebenarnya ahlulbait Nabi saw yang perlu kita muliakan dan kita cintai berdasarkan dalil yang shahih. Juga semoga menjadi renungan dan bandingan bagi orang-orang yang membatasi pengertian ahlulbait Nabi saw kepada orang yang tertentu saja, Amin.

Oleh : H.M. Said Abd. Shamad (Anggota MUI Makassar)

0 komentar

Posting Komentar

Berikan komentar anda tentang artikel di atas, komentar yang tidak sopan/spam tidak akan dipublikasikan :

.

http://Link-exchange.comxa.com literatur islam, info software dan hardware, tips blogger, syiah sesat, sejarah islam nusantara Kostenlose Backlinks bei http://www.backlink-clever.de

Subscribe here