Nama Sa’ad bin Abi Waqqash yang sebenarnya ialah Sa’ad bin Malik Az-Zuhri. Oleh Rasul ia selalu dijuluki “paman seibuku”, artinya paman dari pihak ibu, tetapi Sa’ad jauh lebih muda. Pada umur 17 tahun ia masuk Islam, sementara Nabi sudah berumur 40 tahun.
Suatu hari Rasulullah SAW menjenguk Sa’ad yang sedang terbaring sakit. “Ya Rasulullah, saya punya banyak harta, padahal warisku Cuma satu. Bolehkah saya menafkahkan dua pertiga hartaku?” tanya Sa’ad bin Abi Waqqash. “Tidak boleh,” jawab Rasul. “Bagaimana kalau setengahnya?” tanya Sa’ad lagi. “Juga tidak boleh,” jawab Rasul lagi. “Kalau begitu, sepertiganya,” Sa’ad mencoba mengejar. “Boleh,” kata Rasul. “Itu sudah cukup banyak.”
Selanjutnya Rasul menasehati agar meninggalkan ahli waris dalam keadaan mampu, jangan sampai mereka dalam keadaan miskin dan menadahkan tangan kepada orang lain. “Jika kamu menafkahkan hartamu di jalan Allah, meski hanya sesuap nasi di mulut istrimu, kamu akan mendapat pahala,” Sabda Rasul.
Di kalangan para sahabat Nabi, ia dikenal dengan doanya yang mujarab, sehingga ia tak berani sembarangan mengutuk orang lain. Sebuah riwayat menyebutkan, ada seorang pria mencela Imam Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidah, dan Zubair bin Awwam. Ketika itu Sa’ad berusaha melarang, tapi malah ditantang. Lantas Sa’ad berkata “Saya akan mendoakan kamu kepada Allah…”. “Kamu mau memprovokasi aku, seolah-olah kamu Nabi,” lelaki itu memotong ucapa Sa’ad. Sepertinya ia ingin melihat bukti kemujaraban doa Sa’ad. Kemudian SA’ad shalat dua rakaat dan berdoa, “Ya Allah, jika Engkau mengetahui orang itu telah menghina orang yang telah Engkau beri kebaikan, dan tindakannya mengundang amarah-Mu, mohon dijadikan pertanda, sebagai pelajaran baginya. Amin.” Tak lama kemudian seekor unta liar, entah dari mana munculnya, tiba-tiba menyeruak kerumunan orang banyak dan menyerang lelaki itu, lalu menginjak-injkanya hingga mati.
Kemujaraban doa itu menunjukkan betapa suci jiwa Sa’ad, tulus imannya, luhur perangainya. Sampai Rasulullah menyiratkan, “Sa’ad adalah penduduk surga.” Abdullah bin Amr bin Al-Ash, yang mencoba menyelidiki rahasia di balik kelebihan Sa’ad itu, memperoleh jawaban singkat, “Tidak lebih dari amal ibadah yang biasa kita kerjakan, dan saya tidak pernah menaruh dendam atau niat jahat kepada siapa pun di antara kaum muslimin.”
Dalam perjalanan hidupnya, Sa’ad bin Abi Waqqash pernah menjadi komandan pasukan muslimin dan gubernur Irak. Ia wafat pada 54 hijriah dalam usia 85 tahun. Setelah dikafani dengan jubah yang dikenakannya pada Perang Badar, jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Baqi di samping sahabat Rasul yang lain.
0 komentar