Rasulullah SAW adalah pemimpin yang tegas dan adil. Siapapun yang bersalah harus mendapat balasan setimpal. Termasuk diri beliau sendiri. Saat Rasulullah SAW merasa ajalnya hampir menjelang, beliau menyuruh Bilal bin Rabah mengumandangkan azan, agar semua sahabat Muhajirin dan Ansar berkumpul di Masjid Nabawi. Setelah semua berkumpul, Rasulullah menunaikan shalat dua rakaat.

Beliau lalu naik ke mimbar dan berkata, "Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku adalah seorang nabi yang diutus untuk mengajak manusia ke jalan Allah. Aku sangat mengasihi dan menyayangi kalian seperti seorang ayah. Aku tidak ingin kalian mengalami suatu kedukaan yang mneyakitkan. Oleh karena itu, siapa yang mempunyai hak untuk dituntut, hendaklah dia bangun dan memberi tahu aku sebelum aku dituntut di hari kiamat.

Lalu Rasulullah membacakan firman Allah SWT, "Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas)nya, melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, mereka itu adalah orang-orang yang zalim" (QS Al-Maidah: 45).

Rasulullah mengulangi kata-kata di mimbar itu sampai tiga kali. Tiba-tiba, seorang bernama Ukasyah bin Muhshan bangkit dan berkata, "Demi ayah dan ibuku, ya, Rasulullah karena engkau mengumumkan kepada kami berkali-kali, aku ingin mengemukakan satu hal. Sesungguhnya, dalam Perang Badar aku bersamamu. Waktu itu, aku mengikuti untamu dari belakang. Setelah dekat, aku turun menghampirimu untuk mencium kakimu. Tetapi engkau , ya Rasulullah, malah mengambil tongkat dan memukul untamu supaya berjalan cepat, dan pukulanmu itu mengenai tulang rusukku. Makanya, aku ingin tahu, apakah engkau sengaja memukulku atau tidak."

"Wahai Ukasyah, aku sengaja memukul kamu," Rasulullah mengaku. Kemudian Rasulullah berkata kepada Bilal, "Wahai Bilal, pergilah engkau ke rumah Fatimah, dan ambilkan tongkatku, lalu bawa kemari." Bila keluar dari masjid menuju rumah Fatimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala karena tahu apa yang hendak dilakukan Rasulullah, "Rupanya Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dikisas." Setelah sampai di rumah Fatimah, Bilal mengetuk pintu sambil mengucapkan salam dan menyampaikan maksudnya.

"Wahai Bilal, untuk apa ayahku meminta tongkatnya?" tanya Fatimah. "Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dikisas," jawab Bilal. "Siapakah manusia yang sampai hatinya mengisas Rasulullah?" Bilal tidak menjawab pertanyaan Fatimah, Fatimahpun tidak bertanya lebih lanjut, ia menyerahkan tongkat tersebut kepada Bilal untuk kemudian diserahkan kepada Rasulullah.

Rasulullah menerima tongkat tersebut dari Bilal, lalu beliau menyerahkannya kepada Ukasyah. Melihat gelagat kisas akan dimulai, Abu Bakar dan Umar tampil ke depan, "Wahai Ukasyah, janganlah kamu mengisas Baginda Rasulullah, tetapi kisaslah kami berdua sebagai gantinya!" Namun, Rasulullah segera berkata, "Wahai Abu Bakar dan Umar, duduklah! Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempat untuk kamu berdua." Ali bin Abi Thalib yang sedari tadi menyaksikan peristiwa tersebut, tak tahan pula untuk mengajukan diri menggantikan posisi Rasulullah, "Hai Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah SAW. Karena itu pukullah aku, dan janganlah kamu mengisas Rasulullah, sebab hati kami akan merasa sakit pula." Rasulullah pun berkata, "Wahai Ali, duduklah kamu. Sesungguhnya Allah telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu."

Hasan dan Husin tidak mau ketinggalan. Mereka berdua juga ingin membela kakek tersayangnya, "Ukasyah, apakah kamu tidak tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah. Kalau kamu mengisas kami, sama dengan kamu mengisas Rasulullah." Mendengar kata-kata cucunya tersebut Rasulullah berkata, "Aduhai buah hatiku, duduklah kamu berdua." Kepada Ukasyah Rasulullah berkata, "Wahai Ukasyah, pukullah aku kalau kamu hendak memukul."

"Ya Rasulullah, engkau telah memukulku sewaktu aku tidak memakai baju," kata Ukasyah. Maka Rasulullah pun membuka bajunya. Semua yang hadir menahan napas, karena tidak tega melihat junjungannya begitu pasrah dan ikhlas menyerahkan diri untuk dipukul. Lain halnya dengan Ukasyah, begitu melihyat Rasulullah melepaskan bajunya, ia pun berlari menubruk tubuh Rasulullah dan menciumnya sambil berkata, "Wahai junjunganku, akan kutebus jiwa engkau dengan jiwaku. Siapakah yang sanggup memukul engkau? Aku melakukan begini karena aku ingin sekali menyentuh dan mencium badan yang jiwanya dimuliakan Allah SWT dengan badan yang hina ini, mudah-mudahan ALlah akan menjagaku dari api neraka dengan jiwa sucimu!"

Kata-kata Ukasyah itu menggugah perasaan semua orang yang hadir. Mereka tidak menyangka, begitu dalam dan agung cinta Ukasyah kepada Rasulullah. Tak terasa, air mata haru menetes di kedua belah pipi mereka. "Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu hendak melihat ahli surga, inilah orangnya," kata Rasulullah.

Kemudian, semua jemaah bersalaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa itu. Setelah itu, mereka berkata, "Wahai Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu. Engkau telah memperoleh derajat tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW di dalam surga." Begitulah orang yang mencintai Rasulullah dengan menjunjung tinggi ajarannya, Insya Allah akan bersama Rasulullah di akhirat nanti.

0 komentar

Posting Komentar

Berikan komentar anda tentang artikel di atas, komentar yang tidak sopan/spam tidak akan dipublikasikan :

.

http://Link-exchange.comxa.com literatur islam, info software dan hardware, tips blogger, syiah sesat, sejarah islam nusantara Kostenlose Backlinks bei http://www.backlink-clever.de

Subscribe here