Hingga hari ini, pemberitaan kasus video mesum artis yang “diduga keras” dilakukan oleh tiga artis papan atas Indonesia, Ariel Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari masih menghiasi layar kaca dan media cetak. Penyebaran “virus” video ini begitu cepat dan massif sehingga mengkhawatirkan banyak pihak; orang tua, guru dan pemerintah. Dalam rapat dengar pendapat (hearing) di gedung DPR 16 Juni lalu diputuskan agar pemerintah melalui Kementerian Informasi dan Komunikasi serta kepolisian sesegera mungkin menuntaskan kasus ini.
Menyimak kasus video mesum ini, mengingatkan kita kepada hadits Nabi Muhammad saw, yang artinya ; 1) “Barangsiapa yang menunjukkan kepada orang lain sebuah kebajikan, maka jika orang itu melakukannya, dia akan mendapat pahala sama seperti orang yang melakukannya” (HR. Bukhari). Hadits ini mengisyaratkan jika seseorang memberikan ilmu, jalan atau petunjuk kepada orang lain untuk melakukan sebuah kebajikan dan kebajikan tersebut dikerjakan secara terus menerus, maka pahalanya bukan saja diterima oleh pelakunya, tetapi juga orang pertama yang memberikan jalan , pengetahuan atau petunjuk tersebut.
Pada hadits lain Nabi bersabda : “Jika anak Adam (manusia) meninggal, terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakannya” (HR. Bukhari-Muslim). Hadits ini menerangkan adanya istilah amal jariah (mengalir), yaitu perbuatan yang mendatangkan pahala berkesinambungan (mengalir) jika dilakukan, meski pelakunya telah wafat. Perbuatan yang terus-menerus mengalirkan pahala ini adalah : 1) sedekah yang disumbangkan untuk kepentingan sosial, 2) ilmu yang disampaikan atau diberikan kepada orang lain sehingga mendatangkan manfaat dalam kehidupan, dan 3) anak saleh yang telah dididik oleh orangtuanya dan selalu mendoakannya.
Di dalam Islam, amal (perbuatan) ini dibagi menjadi dua macam, amal kebaikan dan keburukan. Amal kebaikan mendatangkan pahala, dan keburukan/kejahatan mendatangkan dosa. Hanya saja terdapat keutamaan pahala dibanding dosa. Pertama, jika seseorang sudah berniat berbuat baik, maka dia diberi satu pahala, sebaliknya jika berniat melakukan dosa, belum dicatat sebagai dosa. Kedua, jika seseorang melakukan perbuatan baik, maka ganjarannya bisa menjadi sepuluh kali lipat, sebaliknya jika perbuatan jelek, hanya satu kali lipat (QS. Al-An’am; 160). Ketiga, jika seseorang melakukan perjalanan dan berbuat amal kebajikan atau dalam keadaan sakit, maka Allah akan memberi ganjaran pahala seperti pahala yang dilakukan ketika ia dalam keadaan mukim dan sehat (Al-Qurtubi;116); 4) Al-Dahak meriwayatkan dari Nabi : Jika seseorang ketika mudanya banyak melakukan ibadah shalat, puasa dan sedekah, kemudian ia menjadi lemah ketika tua, maka Allah akan memberi pahala seperti halnya waktu mudanya.
Model pahala jariah dapat diibaratkan seperti sistem bisnis Multi-Level Marketing (MLM), yaitu sebuah sistem bisnis berjejaring yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada semua orang menggapai impian menjadi seorang miliarder. Di dalam sistem ini, seorang yang mampu merekrut anggota baru, akan mendapatkan bonus dari hasil kerja anggota barunya. Jika anggota barunya tersebut juga mampu memberikan poin seperti yang ditargetkan, maka aktor utama yang berada pada level pertama tadi masih terus akan mendapat bonus, demikian pula aktor pada level kedua, ketiga, dan begitu seterusnya. Kesimpulannya, semakin banyak cabang-cabang dan ranting yang berada di bawahnya semakin besar peluang seseorang menjadi miliarder/milyoner.
Bagaimana dengan kejahatan? Memang di dalam QS. An-Najm:38, dan QS. An-Nhisa:111, secara tegas dijelaskan bahwa seseorang tidak akan memikul dosa orang lain. Artinya jika seseorang melakukan sebuah kejahatan atau perbuatan dosa, maka dosanya hanya untuk dirinya dan tidak dibebankan kepada orang lain. Akan tetapi menurut para ulama, kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan yang bersifat individual dan personal. Artinya jika seseorang berbuat dosa seperti mencuri, merampok, mencopet, berzina, berjudi, minuman keras dan sejenisnya, maka dosanya dilimpahkan kepada dirinya, dan tidak dapat ditanggung oleh orang lain. Atau sama halnya, jika seseorang tidak mengerjakan shalat, puasa, tidak membayar zakat meski mampu atau berhaji, maka dosa akan kembali kepada dirinya, dan tidak seorangpun dapat mengambil beban dosa yang dipikulnya.
Bagaimana halnya dengan dosa berjejaring yang dapat menggoncangkan ketenangan dan kenyamanan sosial? Dalam kaitan ini, pendekatan kaidah ushul fikih “mafhum mukhalafah” sedikit banyak dapat membantu melihat problematika ini. Dalam perspektif ushul fiqh, mafhum mukhalafah bermakna menangkap makna di balik hamparan teks yang terbaca. Kaidah ushuliyah menghendaki pembaca untuk mampu menangkap makna dan pesan dibalik sebuah ungkapan atau pernyataan (teks suci). Oleh karena itu, betul Nabi hanya menyampaikan tentang efek pahala bagi orang yang menunjukkan kebajikan, tidak menyebut efek dosa bagi penyebar dan pengajar kemaksiatan, tetapi di dalam kandungan teks ini dapat ditangkap mafhum mukhalafah-nya. Atas dasar itu, dapat disimpulkan bahwa di dalam kebaikan terdapat amal jariah (pahalanya terus-menerus), maka mafhum mukhalafah-nya di dalam kejahatan pun ada kejahatan jariah (perbuatan jahat yang dosa terus mengalir), karena mendatangkan kerusakan dan keresahan sosial.
Jika seseorang memberi contoh yang tidak baik atau mengajarkan kemaksiatan kepada orang lain, lalu dengan contoh atau ilmu itu, orang lain secara massif dan berjejaring melakukan perbuatan seperti yang dicontohkan dan berpotensi merusak kehidupan sosial dan moral masyarakat, maka pelaku utama yang melakukan atau mengajarkan, atau memberi contoh, atau menyebarkan virus kemaksiatan, akan mendapat dosa yang terus mengalir.
Fenomena video porno yang diperankan oleh orang yang “diduga keras” artis papan atas Indonesia merupakan contoh nyata dari adanya dosa berjejaring ini. Tanpa disadari, pikiran masyarakat terutama anak-anak remaja sudah diracuni bahkan diteror dengan serangan virus video ini. Memang agak susah membendung penyebarannya sebagai efek dari kecanggihan IT (Information Technology), tetapi dengan menyadari adanya dosa berjejaring, paling tidak ada kontrol masyarakat untuk tidak menyebarluaskan. Dosa berjejaring bukan saja untuk kasus video porno ini, tetapi banyak perbuatan lain yang dianggap sepele oleh masyarakat, seperti gossip berjejaring yang mengandung fitnah dan adu doma yang berpotensi mendatangkan konflik dan disharmoni sosial, Wallahu a’lam.
Oleh Barsihannor : Dosen Pemikiran Islam UIN Alauddin Makassar.
0 komentar